Rabu, 06 Januari 2010

BAB II
PEMBAHASAN

A. Bunyi Ujaran
Bunyi ujaran yaitu unsure yang paling kecil dari pemotongan suatu arus ujaran atas bagian atau segmen.
Fungsi bunyi ujaran untuk membedakan arti itu disebut fonem. Jadi, fonem adalah kesatuan yang terkecil yang terjadi dari bunyi ujaran yang dapat membedakan arti.

B. Fonetik dan Fonemik
Bagian-bagian dari tata bahasa meliputi: fonologi, morfologi dan sintaksis
Fonologi yaitu bagian dari tata bahasa yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya dalam ilmu bahasa.
Fonologi dibagi atas dua bagian berikut:
1. Fonetik yaitu ilmu yamg menyelidikidan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari cara menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia.
2. Fonemik yaitu ilmu yang mempelajari bunyi ujaran dalam fungsinya sebagai pembeda arti
Bunyi ujaran dihasilkan oleh berbagai macam kombinasi dari berbagai macam alat ucap yang terdapat dalam tubuh manusia.
Bunyi ujaran dihasilkan oleh tiga alat ucap berikut:
1. Udara : yang dialirkan keluar dari paru-paru
2. Articulator : bagian dari alat ucap yang dapat digerakkan atau digeserkan untuk
menimbulkan suatu bunyi.
3. Titik artikulasi : bagian dari alat ucap yang menjadi tujuan sentuh dari articulator.

C. Vokal
Vokal yaitu udara yang keluar dari paru-paru yang tidak mendapat halangan sedikit dan mendapat bunyi ujaran.
Vokal tidak tergantung dari kuat lembutnya udara, tetapi tergantung dari hal-hal berikut:
1
1. Posisi bibir, yaitu bentuk bibir pada waktu mengucapkan suatu bunyi.
 Bila bundar terjadi vokal: o, u, a.
 Bila rata akan terjadi vokal: i, e.
2. Tinggi rendahnya lidah, yaitu bagian rongga mulut yang amat elastis.
 Terjadi vokal depan; i, e.
 Terjadi vokal belakang: u,o,a.
 Bila lidah rata terjadi vokal pusat: e (pepet).
3. Maju mundurnya lidah, yaitu jarak yang terjadi antara lidah dan alveolum.
 Terjadi vokal atas: i, e.
 Terjadi vokal tengah: e (pepet).
 Terjadi vokal bawah: a.

D. Diftong
Diftong yaitu dua vokal berurutan yang diucapkan dalam satu waktu.
Contoh : ramai, pantai, dan lain- lain.
Dalam sehari- hari diftong yang diubah menjadi suatu bunyi tunggal (monoftong) disebut monoftongisasi.
Misalnya: pantai pante
pulau pulo
Sebaliknya, bunyi monoftong yang dapat berubah menjadi diftong disebut diftongisasi.
Misalnya: sentosa sentausa
anggota anggauta

E. Konsonan
Konsonan yaitu bunyi ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan.
1. Berdasarkan artikulator dan titik arkulasinya, konsonan dirinci atas bagian berikut:
a. Konsonan bilabial yaitu bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan kedua buah bibir.
Contoh: p, b, m, w.
2
b. Konsonan labio-dental yaitu bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah sebagai artikulatornya.
Contoh: f, v.
c. Konsonan apiko-interdental yaitu bunyi yang terjadi dengan ujung lidah (apex) yang bertindak sebagai artikulator dan daerah antar gigi (dens) sebagai titik artikulasinya.
Contoh: t, n (bahasa Indonesia); t, d, n (bahasa Jawa).
d. Konsonan apiko-arveorar yaitu bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah sebagai artikulator dan lengkung kaki gigi (alveolum) sebagai titik artikulatornya.
Contoh: d dan n (bahasa Indonesia);t, d, dan n (bahasa Jawa).
e. Konsonan palatal yaitu bunyi yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah sebagai artikulator dan langit-langit kertas (palatum) sebagai titik artikulasinya.
Contoh: c, j, ny.
f. Konsonan velar yaitu bunyi yang dihasilkan oleh belakang lidah sebagai artikulator dan langit-langit lembut atau velum sebagai titik artikulasinya.
Contoh: k, g, ng, kh.
g. Hamzah adalah bunyi yang dihasilkan dengan posisi pita suara tertutup sama sekali, sehingga menghalangi udara yang keluar dari paru-paru.
h. Laringal yaitu bunyi yang terjadi karena pita suara yang terbuka lebar.
2. Berdasarkan halangannya, konsonan dapat dirinci atas beberapa bagian berikut:
a. Konsonan hambat yaitu konsonan yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru sama sekali dihalangi.
Contoh: p, b, k, t, dan d.
b. Frikatif adalah udara yang bila keluar dari paru-paru digesekkan akan terjadi bunyi.
Contoh: f, v, dank h.
c. Spiran yaitu udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan berupa pengadukan.
Contoh: s, z, dan sy.
d. Lekwida bunyi yang dihasilkan dengan mengangkat lidah ke langit-langit.
e. Getar atau trill yaitu bunyi yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah ke alveolum atau pangkal gigi.
3. Berdasarkan turut tidaknya pita suara bergetar, konsonan dapat dirinci atas beberapa bagian berikut:

3
a. Konsonan bersuara yaitu pita suara turut bergetar.
Contoh: b, d, n, g, dan w.
b. Konsonan tak bersuara yaitu bila pita suara tidak bergetar.
Contoh: m, n, ny, dan ng.
4. Berdasarkan jalannya, konsonan dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Konsonan oral yaitu udara keluar melalui rongga mulut.
Contoh: p, b, k, d, dan w.
b. Konsonan nasal yaitu udara yang keluar melalui rongga hidung.
Contoh: m, n, ny, dan ng.

F. Perubahan-perubahan Fonem
Perubahan yang penting dalam bahasa adalah sebagai berikut:
1. Asimilasi
Asimilasi yaitu proses dua bunyi yang tidak sama disamakan atau dijadikan hamper bersamaan.
a. Asimilasi berdasarkan tempat dari fonem dibagi atas:
1) Asimilasi progresif yaitu bunyi yang diasimilasikan terletak sesudah bunyi yang mengasimilasikannya.
2) Asimilasi regresif yaitu bunyi yang diasimilasikan mendahului bunyi yang mengasimilasikannya.
Contoh: in + moral menjadi inmoral immoral
ad + simulation menjadi assimilasi asimilasi

b. Asimilasi berdasarkan sifat asimilasi itu sendiri dibagi atas:
1) Asimilasi total yaitu dua fonem yang disamakandijadikan serupa betul.
Contoh: ad + salam menjadi assalam asalam
2) Asimilasi parsial yaitu dua fonem yang disamakan hanya disamakan sebagian saja.
Contoh: in + port menjadi import impor
2. Desimilasi
Desimilasi yaitu proses dua bunyi yang sama dijadikan tidak sama.
Contoh: lauk-lauk menjadi lauk pauk
sayur-sayur menjadi sayur-mayur
3. Suara bakti
Suara bakti adalah bunyi yang timbul antara dua fonem dan mempunyai fungsi untuk melancarka ucapan suatu kata.
Contoh: gurauan terdengar timbul bunyi huruf w
Pakaian terdengar timbul bunyi huruf y
4
G. Intonasi
Intonasi yaitu kerja sama antara tekanan, nada, tekanan waktu, dan perhentian-perhentian yang menyertai suatu tutur dari awal hingga perhentian akhir.
Macam-macam intonasi yaitu intonasi berita, intonasi pertanyaan, intonasi harapan, intonasi perintah, dan lain-lain. Intonasi tidak merupakan suatu gejala tunggal tetapi dari perpaduan bermacam-macam gejala yang lazim disebut tekanan, nada, dan perhentian.
1. Macam-macam tekanan
Tekanan dibedakan menjadi tiga hal berikut:
a. Tekanan dinamik yaitu tekanan keras yang diletakkan atas sebuah suku kata dan mempunyai fungsi untuk membedakan arti.
Contoh: r e f u s e = sampah
R e f u s e = menolak
b. Tekanan tinggi atau nada
Terdapat empat kesatuan nada yang digambarkan dengan tanda-tanda yang menunjukkan: nada menurun, nada rata, nada menurun lalu naik, dan nada mendaki.
Contoh: k u = kutu busuk
Kau = kera
c. Tekanan kuantitas yaitu tekanan yang terjadi karena suatu vokal yang lain.
Contoh: bhara = yang mengandung
Bhara = muatan
2. Tekanan dalam bahasa Indonesia
Secara terperinci, tekanan dalam bahasa Indonesia dibagi seperti berikut:
a. Tekanan keras atau stress
Contoh: perumahan
Suku kata mah terdengar lebih keras dari bagian lain.
b. Tekanan dinamik
Macam-macam tekanan dinamik:
1) tekanan dinamik silabis yaitu tekanan dinamik yang terdapat dalam suatu kata serta diletakkan atas suatu suku kata yang berfungsi membedakan arti.
2) Tekanan dinamik kata yaitu tekanan yang berfungsi untuk menekankan sepatah kata karena mendapat perhatian yang khusus.
c. Nada
Nada dapat dibedakan menjadi dua:
1) Nada rendah ialah nada yang dipergunakan seseorang dalam keadaan sedih.
5


2) Nada tinggi ialah nada yang dipergunakan seseorang dalam keadaan marah.
d. Tekanan waktu
Seseorang yang berada dalam ketakutan atau dalam keadaan tergesa-gesa akan bercakap dengan tergesa-gesa pula. Arus ujarannya dipaksakan mengambil waktu yang sesingkat-singkatnya. Sebaliknya, seseorang dalam keadaan tenang akan mengucapkan tuturnya itu dalam suatu jangka waktu yang cukup lama. Tekanan semacam ini yang diukur dengan jangka waktu disebut tekanan waktu. Sedangkan jangka waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu tutur disebut durasi.
3. Perhentian
Suatu arus ujaran dapat dipotong-potong oleh perhentian-perhentian. Berikut ini beberapa macam perhentian.
a. Perhentian sebentar
Perhentian ini menunjukkan bahwa tutur itu masih akan dilanjutkan. Adapula perhentian yang menyatakan suatu tutur atau bagian dari suatu tutur sudah mencapai kebulatan. Perhentian ini disebut perhentian antara, dilambangkan dengan tanda koma (,).
b. Perhentian akhir
Perhentian ini dilambangkandengan tanda titik atau titik koma (. atau ;).

H. Huruf
Huruf adalah lambang atau gambaran dari bunyi. Manusia mengenal empat macam system tulisan berikut:
1. Tulisan piktograf: urusan beberapa gambar untuk melukiskan suatu peristiwa.
contoh: pada orang Indian Mexico.
2. Ideograf atau logograf: suatu tanda atau lambing mewakili sepatah kata atau pengertian.
Contoh: obat Cina.
3. Tulisan silabis:suatu tanda untuk menggambarkan suatu suku kata.
Contoh: tulisan Jepang, Dewa Negari.
4. Tulisan fonemis:sat bunyi.u tanda untuk melambangkan satu bunyi.
Contoh: huruf Latin, Yunani, dan Jerman.


6
MAKALAH BAHASA INDONESIA
TENTANG
EJAAN YANG DISEMPURNAKAN






OLEH :

KELOMPOK II
(BILINGUAL CLASS)

1. NURUL MUAWIAH M
2. YUNITA SARTIKA DEWI
3. MUH. ILHAM
4. TEDDY
5. ZAINUDDIN BASRI


PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

KATA PENGANTAR




Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelasaikan tugas Bahasa Indonesia ini yang diberi judul “MAKALAH BAHASA INDONESIA TENTANG EJAAN YANG DISEMPURNAKAN.”
Selain itu kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah Bahasa Indonesia ibunda Dra.Hj. Rosdiah S., M.Pd. dan kepada teman-teman serta semua pihak yang telah terlibat dan membantu kami hingga terselesaikannya tugas ini tepat pada waktunya.
Di dalam makalah ini kami membahas tentang beberapa hal yang berkaitan dengan ejaan yang disempurnakan (EYD) seperti pemakaian huruf, huruf kapital, huruf miring, dll. Dengan adanya pembahasan tentang EYD ini kami berharap semoga kita dapat menempatkan seluruh penggunaan EYD dengan sebaik-baiknya di dalam kehidupan kita baik sekarang maupun di masa yang akan datang demi terciptanya bahasa indonesia yang baku dan benar.
Kami menyadari bahwa di dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu untuk proses pembelajaran yang lebih baik kami mengharapkan kritik dan saran yang konstuktif dari para pembaca.
Makassar, Desember 2009

Penulis

DAFTAR ISI
Sampul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : ISI
A. PEMAKAIAN HURUF
B. HURUF KAPITAL ATAU HURUF BESAR
C. HURUF MIRING
D. SINGKATAN DAN AKRONIM
E. ANGKA DAN LAMBANG BILANGAN
F. PEMAKAIAN TANDA BACA
G. PEMENGGALAN KATA
H. PELAFALAN
BAB III: PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN


BAB II
ISI

A. Pemakaian Huruf

1. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia berjumlah 26 huruf (AZ).

2. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf /a/, /i/, /u/, /e/, /o/.

Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
a api padi lusa
e* enak petak sore
emas kena tipe
i itu simpan murni
o oleh kota radio
u ulang bumi ibu
Catatan : Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan.
Misalnya:
Anak-anak bermain di teras (téras).
Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah.
Kami menonton film seri (séri).
Pertandingan itu berakhir seri.

3. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf /b/, //c, /d/, /f/, /g/, /h/, /j/, /k/, /l/, /m/, /n/, /p/, /q/, /r/, /s/, /t/, /v/, /w/, /x/, /y/, dan /z/.
* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah.
** Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.

4. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan /ai/, /au/, dan /oi/.
Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
ai ain syaitan pandai
au aula saudara harimau
oi – boikot amboi

5. Gabungan Huruf Konsonan (Kluster)
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu /kh/, /ng/, /ny/, dan /sy/.


Contoh Pemakaian dalam Kata
Di Awal Di Tengah Di Akhir
kh khusus akhir tarikh
ng ngilu bangun senang
ny nyata hanyut –
sy syarat isyarat arasy

B. Huruf Kapital atau Huruf Besar

1. Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
2. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama petikan langsung.
Contoh: Andi berkata, "Lihat Bu, apa yang telah saya buat di sekolah"
3. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
Contoh:
- Sejauh mana Anda sudah mengenal Alkitab?
- Ia mengasihi umat-Nya sedemikian rupa, sehingga Ia rela mengorbankan nyawa-Nya untuk mereka.

4. Huruf kapital dipakai sebagai nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
Contoh: Rasul Paulus, Nabi Musa, Raden Ajeng Kartini dan sebagainya.
5. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
Contoh: Presiden Megawati, Wakil Presiden Hamzah Haz, Sekretaris Jendral Pertanian, Gubernur Irian Jaya, dan sebagainya.
6. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa.
Contoh: bangsa Indonesia, suku Jawa, bahasa Inggris, dan sebagainya.
7. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama hari, bulan, tahun, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Contoh: hari Senin, bulan Agustus, tahun Hijriah, hari Natal, Perang Padri, dan sebagainya.
8. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama nama geografi.
Contoh: Asia Tenggara, Bukit Barisan, Jalan Diponegoro, dan sebagainya.
9. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi.
Contoh: Republik Indonesia, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
10. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Contoh: Perserikatan Bangsa-Bangsa, Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, dan sebagainya.
11. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan kecuali kata di, ke, dari, dan, yang, untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
Contoh: Ia telah menyelesaikan Asas-Asas Hukum Perdata.
12. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
Contoh: Dr. (doktor), S.S. (sarjana sastra), Prof. (profesor), dan sebagainya.
13. Kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
Contoh:
- Surat Saudara sudah saya terima.
- Besok Paman akan datang.
14. Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Contoh: Jangan menaruh barang-barang Anda di meja ini.

C. Huruf Miring
1. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk mengaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
3. Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Catatan :
Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.



D. Singkatan dan Akronim
a. Singkatan adalah bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
1) Singkatan nama orang , nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
2) Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
3) Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik.
4) Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

b. Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
1) Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deretan kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
2) Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
3) Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
Catatan :
Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.




E. Angka dan Lambang Bilangan
1. Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
2. Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran panjang, berat, luas dan isi, (ii) waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas.
3. Angka lazim dipakai untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat.
4. Angka digunakan juga menomori bagian karangan dan ayat kitab suci.
5. Penulisan lambang bilangan denganhuruf dilakukan sebagai berikut.
6. Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secaraberurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan.
7. Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat.
8. Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
9. Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi.

F. Pemakaian Tanda Baca
1. Tanda Titik (.)

a. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan.
Misalnya:
• Ayahku tinggal di Solo.
• Hari ini tanggal 6 April 1973.
• Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.


b. Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
Misalnya:
 III.Departemen Dalam Negri
A. Direktorat Jendral Pembangunan Masyarakat Desa
B. Direktorat Jendral Agraria

 1.Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Tabel
1.2.3 Grafik
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.

c. Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu.
Misalnya:
1.35.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik)
0.20.30 jam (20 menit, 30 detik)
0.0.30 jam (30 detik)

d. Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara.Weltevreden: Balai Poestaka.



e. 1).Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya.
Misalnya:
Desa itu berpenduduk 24.200 orang.
Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.

e. 2).Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung.
Lihat halaman 2345 dan seterusnya.
Nomor gironya 5645678.

f.Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
Acara Kunjungan Adam Malik
Bentuk dan Kedaulatan (Bab I UUD'45)

g.Tanda titik tidak dipakai di belakang
1) Alamat pengirim dan tanggal surat atau
2) Nama dan alamat penerima surat.
Misalnya:
17 April 1985 (tanpa titik) Kantor Penempatan Tenaga (tanpa titik)
Jalan Arif 43 (tanpa titik) Jalan Cikini 71 (tanpa titik)


2. Tanda Koma (,)

a. Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
Misalnya:
•Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko.
•Satu, dua, ... tiga!
b. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
Misalnya:
•Saya ingin datang, tetapi hari hujan.
c. 1) Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
•Kalau hari hujan, saya tidak akan datang.
c. 2) Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
•Dia lupa akan janjinya karena sibuk.
d. Tanda koma dipakai di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, akan tetapi.
Misalnya:
•...Oleh karena itu, kita harus berhati-hati.
e. Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
•O, begitu?
f. Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
(Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.)
Misalnya:
•Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
g. Tanda koma dipakai diantara
1) nama dan alamat,
2) bagian-bagian alamat,
3) tempat dan tanggal, dan
4) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
•Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta.
•Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor
•Surabaya, 10 mei 1960
•Kuala Lumpur, Malaysia
h. Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949 Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.
i. Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
Misalnya:
W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4.

j. Tanda koma dipakai di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
Misalnya
 Ratulangi, S.E.
 Ny. Khadijah, M.A.

k. Tanda koma dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
12,5 m
Rp12,50
l. Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
(Lihat juga pemakaian tanda pisah, Bab V, Pasal F.)
Misalnya
•Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali.
•Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih.
m. Tanda koma dapat dipakai—untuk menghindari salah baca—di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh.
n. Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
"Di mana Saudara tinggal?" tanya Karim.
"Berdiri lurus-lurus!" perintahnya.

3. Tanda Titik Koma (;)

a. Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
Misalnya:
Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.
b. Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk.
Misalnya:
Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran "Pilihan Pendengar".

4. Tanda Titik Dua (:)

a. Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
•Kita sekarang memerlukan perabotan rumah tangga: kursi, meja, dan lemari.
b. Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
•Fakultas itu mempunyai Jurusan Ekonomi Umum dan Jurusan Ekonomi Perusahaan.
c. Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemerian.

Misalnya:
Ketua : B. Hartawan
Sekretaris : S. Handayani
Bendahara : Ahmad Wijaya
d. Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
Ibu : (meletakkan beberapa kopor) "Bawa kopor ini, Mir!"
Amir : "Baik, Bu." (mengangkat kopor dan masuk).
e. Tanda titik dua dipakai:
(i) di antara jilid atau nomor dan halaman,
(ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci,
(iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta
(iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
Tempo, I (1971), 34:7
Surah Yasin:9
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
Tjokronegoro, Sutomo, Tjukupkah Saudara membina Bahasa Persatuan Kita?, Djakarta: Eresco, 1968.

5. Tanda Hubung (–)

a. Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh penggantian baris.
Misalnya:
Di samping cara-cara lama itu ada ju-
ga cara yang baru.
Catatan : Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris.


b. Tanda hubung menyambung awalan dengan bagian kata di belakangnya atau akhiran dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris.
Misalnya:
Kini ada cara yang baru untuk meng-
ukur panas.
Kukuran baru ini memudahkan kita me-
ngukur kelapa.
c. Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
anak-anak, berulang-ulang, kemerah-merahan.
d. Tanda hubung menyambung huruf kata yang dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal.
Misalnya:
p-a-n-i-t-i-a
17-4-1991
e. Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas (i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkapan, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata.
Misalnya:
• ber-evolusi
• dua puluh lima-ribuan (20 x 5000)
f. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan
(i) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
(ii) ke- dengan angka,
(iii) angka dengan -an,
(iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan
(v) nama jabatan rangkap
Misalnya
se-Indonesia, se-Jawa Barat, hadiah ke-2, tahun 50-an, mem-PHK-kan, hari-H, sinar-X, Menteri-Sekretaris Negara.
g. Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing.
Misalnya:
di-smash, pen-tackle-an

6. Tanda Pisah (—)

a. Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat.
Misalnya:
Kemerdekaan bangsa itu—saya yakin akan tercapai—diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.
b. Tanda pisah menegaskan adanya keterangan aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
Rangkaian temuan ini—evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom—telah mengubah persepsi kita tentang alam semesta.
c. Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti 'sampai ke' atau 'sampai dengan'.
Misalnya:
1910—1945
tanggal 12—17 April 1991
Catatan: Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
7. Tanda Elipsis (...)
a. Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
• Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak.
b. Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan.
Misalnya:
• Sebab-sebab kemerosotan ... akan diteliti lebih lanjut.
Catatan:
Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah untuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat.
Misalnya:
Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ....

8. Tanda Tanya (?)

a. Tanda tanya dipakai pada akhir tanya.
Misalnya:
•Kapan ia berangkat?
b. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
•Ia dilahirkan pada tahun 1683 (?).

9. Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, ataupun rasa emosi yang kuat.
Misalnya:
• Alangkah seramnya peristiwa itu!
• Bersihkan kamar itu sekarang juga!


10. Tanda Kurung ((...))

a. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan.
Misalnya:
•Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.
b. Tanda kurung mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan.
Misalnya:
•Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962.
c. Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
•Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a).
d. Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang memerinci satu urutan keterangan.
Misalnya:
•Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

11. Tanda Kurung Siku ([...])

a. Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya:
•Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
b. Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:
• Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.

12. Tanda Petik ("...")

a. Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan dan naskah atau bahan tertulis lain.
Misalnya:
•"Saya belum siap," kata Mira, "tunggu sebentar!"
•Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia."
b. Tanda petik mengapit judul syair, karangan, atau bab buku yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
•Bacalah "Bola Lampu" dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat.
c. Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:
•Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara "coba dan ralat" saja.
d. Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri petikan langsung.
Misalnya:
•Kata Tono, "Saya juga minta satu."
e. Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya:
•Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan "Si Hitam".
Catatan:
Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
13. Tanda Petik Tunggal ('...')

a. Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
Misalnya:
•Tanya Basri, "Kau dengar bunyi 'kring-kring' tadi?"
b. Tanda petik tunggal mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J.)
Misalnya:
• feed-back 'balikan'

14. Tanda Garis Miring (/)

a. Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim.
Misalnya:
No. 7/PK/1973
Jalan Kramat III/10
b. Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap.
Misalnya:
dikirimkan lewat darat/laut
(dikirimkan lewat darat atau laut)

harganya Rp25,00/lembar
(harganya Rp25,00 tiap lembar)


15. Tanda Penyingkat (Apostrof) (')

Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun.
Misalnya:
Ali 'kan kusurati.
('kan = akan)

G. PEMENGGALAN KATA

1. Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut:

a. Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan kata itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu.
Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah
Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu.
Misalnya:
au-la
bukan
a-u-la

b. Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.
Misalnya:
ba-pak, ba-rang, su-lit, la-wan, de-ngan, ke-nyang, mu-ta-khir

c. Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan.
Misalnya:
man-di, som-bong, swas-ta, cap-lok, Ap-ril, bang-sa, makh-luk

d. Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua.
Misalnya:
in-strumen, ul-tra, in-fra, bang-krut, ben-trik, ikh-las

2. Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan, termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris.
Misalnya:
makan-an, me-rasa-kan, mem-bantu, pergi-lah
Catatan:
a.Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.
b.Akhiran -i tidak dipenggal.
(Lihat keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 1.)
c.Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut.
Misalnya: te-lun-juk, si-nam-bung, ge-li-gi

3. Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan kata dapat dilakukan
(1) di antara unsur-unsur itu atau
(2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas.
Misalnya:
bio-grafi, bi-o-gra-fi
foto-grafi, fo-to-gra-fi
intro-speksi, in-tro-spek-si
kilo-gram, ki-lo-gram
kilo-meter, ki-lo-me-ter
pasca-panen, pas-ca-pa-nen
Keterangan:
Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.




H. PELAFALAN
Pelafalan dapat merujuk pada:
• cara kata dari suatu bahasa diucapkan
• tata cara pengucapan kata
Kata dapat diucapkan dalam berbagai cara yang berbeda, bergantung dalam banyak faktor, seperti:
1. tempat mereka tumbuh
2. tempat mereka tinggal
3. etnis mereka
4. kelas sosial mereka
5. pendidikan mereka

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN












B. SARAN










DAFTAR PUSTAKA

Tim tentor.2005.Kemampuan Dasar SMA Kelas 3.Makassar:JILC Master Creative Solution
http://ejaanbahasaindonesia.blogspot.com/2008/02/ii-pemakaian-huruf-kapital-dan-huruf.html. 11 Desember 2009
http://id.wikipedia.org/wiki/Pelafalan. 11 Desember 2009
http://id.wikisource.org/wiki/Pedoman_Umum_Ejaan_Bahasa_Indonesia_yang_Disempurnakan/Bab_I. 11 Desember 2009
http://id.wikipedia.org/wiki/Wikipedia:Pedoman_penulisan_tanda_baca. 11 Desember
2009
http://id.wikisource.org/wiki/Pedoman_Umum_Ejaan_Bahasa_Indonesia_yang_Disempurnakan/Bab_V. 11 Desember 2009
http://editorbahasa.blogspot.com/2006/10/pemakaian-huruf-kapital.html. 11 Desember 2009
http://pelitaku.sabda.org/penggunaan_huruf_kapital. 11 Desember 2009








































16. Pemenggalan Kata
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat dan karunianya penulis dapat menyelesaikan tugas untuk mata kuliah Pengetahuan Lingkungan
Dalam penyusunan tugas ini, penulis telah berusaha sebaik mungkin namun karena keterbatasan waktu, pengetahuan dan wawasan yang dimiliki penulis, penulis menyadari adanya kekhilafan dan kekurangan dalam tugas kelompok ini. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Selama penulisan tugas ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan dan nasihat dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terkait dalam penulisan makalah ini. Semoga Makalah ini dapat bermanfaat.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih.
Makassar, 15 Desember 2009



Penulis
Kelompok 5






FRASE
Banyak sering mempermasalahkan antara frasa dengan kata, ada yang membedakannya dan ada juga yang mengatakan bahwa keduanya itu sama. Seperti yang telah dipelajari dalam morfologi bahwa kata adalah adalah satuan gramatis yang masih bisa dibagi menjadi bagian yang lebih kecil.
Frasa adalah satuan konstruksi yang terdiri dari dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan (Keraf, 1984:138). Frasa juga didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonprediktif, atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat (Chaer, 1991:222). Menurut Prof. M. Ramlan, frasa adalah satuan gramatik yang terdiri atas satu kata atau lebih dan tidak melampaui batas fungsi atau jabatan (Ramlan, 2001:139). Artinya sebanyak apapun kata tersebut asal tidak melebihi jabatannya sebagai Subjek, predikat, objek, pelengkap, atau pun keterangan, maka masih bisa disebut frasa.

Jenis-jenis frase:
Jenis frasa dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya) dan berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya.
1. Berdasarkan Persamaan Distribusi dengan Unsurnya (Pemadunya).
Berdasarkan persamaan distribusi dengan unsurnya (pemadunya), frasa dibagi menjadi dua, yaitu Frasa Endosentris dan Frasa Eksosentris.
a. Frasa Endosentris, kedudukan frasa ini dalam fungsi tertentu, dapat digantikan oleh unsurnya. Unsur frasa yang dapat menggantikan frasa itu dalam fungsi tertentu yang disebut unsur pusat (UP). Dengan kata lain, frasa endosentris adalah frasa yang memiliki unsur pusat.
Contoh:
Sejumlah mahasiswa (S) di teras (P).
Kalimat tersebut tidak bisa jika hanya ‘Sejumlah di teras’ karena kata mahasiswa adalah unsur pusat dari subjek. Jadi, ‘Sejumlah mahasiswa’ adalah frasa endosentris.

Frasa endosentris sendiri masih dibagi menjadi tiga.
1) Frasa Endosentris Koordinatif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang berbeda diantara unsurnya terdapat (dapat diberi) ‘dan’ atau ‘atau’.
Contoh: suami istri, ayah ibu, kakek nenek, pembinaan dan pembangunan, belajar atau bekerja.

2) Frasa Endosentris Atributif, yaitu frasa endosentris yang disamping mempunyai unsur pusat juga mempunyai unsur yang termasuk atribut. Atribut adalah bagian frasa yang bukan unsur pusat, tapi menerangkan unsur pusat untuk membentuk frasa yang bersangkutan.
Contoh : obat nyamuk, sekolah inpres, sedang belajar, sangat bahagia.
Pada contoh di atas dapat dilihat bahwa kata obat, sekolah, belajar dan bahagia merupakan unsur pusat, sedangkan kata nyamuk, inpres, sedang dan sangat merupakan atributnya.

3) Frasa Endosentris Apositif, yaitu frasa endosentris yang semua unsurnya adalah unsur pusat dan mengacu pada hal yang sama. Unsur pusat yang satu sebagai aposisi bagi unsur pusat yang lain.
Contoh : Bogor, kota hujan; Indonesia, tanah airku; Bapak SBY, presiden RI.
Unsur Bogor, Indonesia, Bapak SBY merupakan unsur pusat, sedangkan unsur kota hujan, tanah airku, presiden RI merupakan aposisi.
Frasa yang hanya terdiri atas satu kata tidak dapat dimasukkan ke dalalm frasa endosentris koordinatif, atributif, dan apositif, karena dasar pemilahan ketiganya adalah hubungan gramatik antara unsur yang satu dengan unsur yang lain. Jika diberi aposisi, menjadi frasa endosentris apositif. Jika diberi atribut, menjadi frasa endosentris atributif. Jika diberi unsur frasa yang kedudukannya sama, menjadi frasa endosentris koordinatif

b. Frasa Eksosentris, adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan unsurnya. Frasa ini tidak mempunyai unsur pusat. Jadi, frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai unsur pusat (UP).

Contoh : Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di dalam kelas.
Frase di dalam kelas tidak mempunyai distribusi yang sama dengan unsurnya.
Ketidaksamaan itu dapat dilihat dari jajaran berikut:
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong di ….
Siswa kelas 1A sedang bergotong royong …. Kelas

2. Berdasarkan Kategori Kata yang Menjadi Unsur Pusatnya
Berdasarkan kategori kata yang menjadi unsur pusatnya, frasa dibagi menjadi enam, yaitu :
1. Frasa nomina, yaitu frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori nomina. UP frasa nomina itu berupa :
a. Nomina sebenarnya,
Contoh : pasir ini digunakan utnuk mengaspal jalan
b. Pronomina
Contoh : dia itu musuh saya
c. Nama
Contoh : Mita itu manis
d. Kata-kata selain nomina, tetapi strukturnya berubah menjadi nomina
Contoh : dia rajin → rajin itu menguntungkan, anaknya dua ekor → dua itu sedikit, dia berlari → berlari itu menyehatkan
Kata rajin pada kalimat pertama awalnya adalah frasa ajektiva, begitupula dengan dua ekor awalnya frasa numeralia, dan kata berlari yang awalnya adalah frasa verba.

2. Frasa Verba, yaitu frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori verba. Secara morfologis, UP frasa verba biasanya ditandai adanya afiks verba. Secara sintaktis, frasa verba terdapat (dapat diberi) kata ‘sedang’ untuk verba aktif, dan kata ‘sudah’ untuk verba keadaan. Frasa verba tidak dapat diberi kata’ sangat’, dan biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh : Dia berlari
Secara morfologis, kata berlari terdapat afiks ber- dan secara sintaksis dapat diberi kata ‘sedang’ yang menunjukkan verba aktif.

3. Frasa Ajektifa, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori ajektifa. UP-nya dapat diberi afiks ter- (paling), sangat, paling agak, alangkah-nya, se-nya. Frasa ajektiva biasanya menduduki fungsi predikat.
Contoh : Rumahnya besar

4. Frasa Numeralia, frasa yang UP-nya berupa kata yang termasuk kategori numeralia. Yaitu kata-kata yang secara semantis mengatakan bilangan atau jumlah tertentu. Dalam frasa numeralia terdapat (dapat diberi) kata bantu bilangan: ekor, buah, dan lain-lain.
Contoh : dua buah, tiga ekor, lima biji, dua puluh orang.

5. Frasa Preposisi, frasa yang ditandai adanya preposisi atau kata depan sebagai penanda dan diikuti kata atau kelompok kata (bukan klausa) sebagai petanda.
Contoh : Penanda (preposisi) + Petanda (kata atau kelompok kata) di teras,
ke rumah teman, dari sekolah.

6. Frasa Konjungsi, frasa yang ditandai adanya konjungsi atau kata sambung sebagai penanda dan diikuti klausa sebagai petanda. Karena penanda klausa adalah predikat, maka petanda dalam frasa konjungsi selalu mempunyai predikat.
Contoh : Penanda (konjungsi) + Petanda (klausa, mempunyai P),
Sejak kemarin dia terus diam(P) di situ.

Dalam buku Ilmu Bahasa Insonesia, Sintaksis, Ramlan menyebut frasa tersebut sebagai frasa keterangan, karena keterangan menggunakan kata yang termasuk dalam kategori konjungsi.
KLAUSA
1. Pengertian Klausa
Klausa ialah satuan gramatikal, berupa kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri dari subjek (S) dan predikat (P), dan mempunyai potensi untuk menjadi kalimat (Kridalaksana dkk, 1980:208). Klausa ialah unsur kalimat, karena sebagian besar kalimat terdiri dari dua unsur klausa (Rusmaji, 113). Unsur inti klausa adalah S dan P. Namun demikian, S juga sering juga dibuangkan, misalnya dalam kalimat luas sebagai akibat dari penggabungan klausa, dan kalimat jawaban (Ramlan, 1981:62.
Dari definisi tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klausa adalah satuan gramatik yang terdiri atas predikat, baik diikuti oleh subjek, objek, pelengkap, keterangan atau tidak dan merupakan bagian dari kalimat. Penanda klausa adalah P, tetapi yang menjadi klausa bukan hanya P, jika mempunyai S, klausa terdiri atas S dan P. Jika mempunyai S, klausa terdiri dari atas S, P, dan O. jika tidak memiliki O dan Ket, klausa terdiri atas P, O, dan Ket. Demikian seterusnya.Penanda klausa adalah P, tetapi yang dianggap sebagai unsure inti klausa adalah S dan P.
Penanda klausa adalah P, tetapi dalam realisasinya P itu bias juga tidak muncul misalnya dalam kalimta jawaban atau dalam bahasa Indonesia lisan tidak resmi. Contoh :
Pertanyaan : kamu memanggil siapa?
Jawaban : teman satu kampus  S dan P-nya dihilangkan.
Contoh pada bahasa tidak resmi : saya telat!  P-nya dihilangkan.
Klausa merupakan bagian dari kalimat. Oleh karena itu, klausa bukan kalimat. Klausa belum mempunyai intonasi lengkap. Sementara itu kalimat sudah mempunyai intonasi lengkap yang ditandai dengan adanya kesenyapan awal dan kesenyapan akhir yang menunjukkan bahwa kalimat tersebut sudah selesai. Klausa sudah pasti mempunyai P, sedangkan kalimat belum tentu mempunyai P.
2. Jenis-jenis Klausa
Ada tiga dasar yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu adalah (1) Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya (BSI), (2) Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang menegatifkan P (BUN), dan (3) Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P (BKF). Berikut hasil klasifikasinya :
1. Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya.
Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa, yaitu S dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah S, sedangkan P sebagai unsur inti klausa selalu hadir. Atas dasar itu, maka hasil klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya, berikut klasifikasinya :
a. Klausa Lengkap
Klausa lengkap ialah klausa yang semua unsur intinya hadir.
Klausa ini diklasifikasikan lagi berdasarkan urutan S dan P menjadi :
1) Klausa versi, yaitu klausa yang S-nya mendahului P. Contoh :
Kondisinya sudah baik.
Rumah itu sangat besar.
Mobil itu masih baru.
2) Klausa inversi, yaitu klausa yang P-nya mendahului S. Contoh :
Sudah baik kondisinya.
Sangat besar rumah itu.
Masih baru mobil itu.
b. Klausa Tidak Lengkap
Klausa tidak lengkap yaitu klausa yang tidak semua unsur intinya hadir. Biasanya dalam klausa ini yang hadir hanya S saja atau P saja. Sedangkan unsur inti yang lain dihilangkan.
2. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P.
Unsur negasi yang dimaksud adalah tidak, tak, bukan, belum, dan jangan. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang secara gramatik menegatifkan P menghasilkan :
1. Klausa Positif
Klausa positif ialah klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang menegatifkan P. Contoh :
Ariel seorang penyanyi terkenal.
Mahasiswa itu mengerjakan tugas.
Mereka pergi ke kampus.
2. Klausa Negatif
Klausa negatif ialah klausa yang ditandai adanya unsur negasi yang menegatifkan P. Contoh :
Ariel bukan seorang penyanyi terkenal.
Mahasiswa itu belum mengerjakan tugas.
Mereka tidak pergi ke kampus.
Kata negasi yang terletak di depan P secara gramatik menegatifkan P, tetapi secara sematik belum tentu menegatifkan P. Dalam klausa Dia tidak tidur, misalnya, memang secara gramatik dan secara semantik menegatifkan P. Tetapi, dalam klausa Dia tidak mengambil pisau, kata negasi itu secara sematik bisa menegatifkan P dan bisa menegatifkan O. Kalau yang dimaksudkan 'Dia tidak mengambil sesuatu apapun', maka kata negasi itu menegatifkan O. Misalnya dalam klausa Dia tidak mengambil pisau, melainkan sendok.
3. Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P.
Berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P, klausa dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Klausa Nomina
Klausa nomina ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa nomina. Contoh :
Dia seorang sukarelawan.
Mereka bukan sopir angkot.
Nenek saya penari.
2. Klausa Verba
Klausa verba ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa verba. Contoh :
Dia membantu para korban banjir.
Pemuda itu menolong nenek tua.
3. Klausa Adjektiva
Klausa adjektiva ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa adjektiva. Contoh :
Adiknya sangat gemuk.
Hotel itu sudah tua.
Gedung itu sangat tinggi.
4. Klausa Numeralia
Klausa numeralia ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori numeralia.
Contoh :
Anaknya lima ekor.
Mahasiswanya sembilan orang.
Temannya dua puluh orang.
5. Klausa Preposisiona
Klausa preposisiona ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategori frasa preposisiona. Contoh :
Sepatu itu di bawah meja.
Baju saya di dalam lemari.
Orang tuanya di Jakarta.
6. Klausa Pronomia
Klausa pronomial ialah klausa yang P-nya berupa frasa yang termasuk kategoi ponomial. Contoh :
Hakim memutuskan bahwa dialah yang bersalah.
Sudah diputuskan bahwa ketuanya kamu dan wakilnya saya.
4. Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat
Klasifikasi klausa berdasarkan potensinya untuk menjadi kalimat dapat dibedakan atas :
1. Klausa Bebas
Klausa bebas ialah klausa yang memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor. Jadi, klausa bebas memiliki unsur yang berfungsi sebagai subyek dan yang berfungsi sebagai predikat dalam klausa tersebut. Klausa bebas adalah sebuah kalimat yang merupakan bagian dari kalimat yang lebih besar. Dengan perkataan lain, klausa bebas dapat dilepaskan dari rangkaian yang lebih besar itu, sehingga kembali kepada wujudnya semula, yaitu kalimat. Contoh :
Anak itu badannya panas, tetapi kakinya sangat dingin.
Dosen kita itu rumahnya di jalan Ambarawa.
Semua orang mengatakan bahwa dialah yang bersalah.
2. Klausa terikat
Klausa terikat ialah klausa yang tidak memiliki potensi untuk menjadi kalimat mayor, hanya berpotensi untuk menjadi kalimat minor. Kalimat minor adalah konsep yang merangkum : pangilan, salam, judul, motto, pepatah, dan kalimat telegram. Contoh :
Semua murid sudah pulang kecuali yang dihukum.
Semua tersangkan diinterograsi, kecuali dia.
Ariel tidak menerima nasihat dari siapa pun selain dari orang tuanya.
5. Klasifikasi klausa berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.
Oscar Rusmaji (116) berpendapat mengenai beberapa jenis klausa. Menurutnya klausa juga dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria tatarannya dalam kalimat.
Berdasarkan tatarannya dalam kalimat, klausa dapat dibedakan atas :
1. Klausa Atasan
Klausa atasan ialah klausa yang tidak menduduki f ungsi sintaksis dari klausa yang lain. Contoh :
Ketika paman datang, kami sedang belajar.
Meskipun sedikit, kami tahu tentang hal itu.
2. Klausa Bawahan
Klausa bawahan ialah klausa yang menduduki fungsi sintaksis atau menjadi unsur dari klausa yang lain. Contoh :
Dia mengira bahwa hari ini akan hujan.
Jika tidak ada rotan, akarpun jadi.
3. Analisis Klausa
Klausa dapat dianalisis berdasarkan tiga dasar, yaitu :
1. Berdasarkan fungsi unsur-usurnya
2. Berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsurnya
3. Berdasarkan makna unsur-unsurnya.
1. Analisis Klausa Berdasarkan Fungsi Unsur-unsurnya
Klausa terdiri dari unsur-unsur fungsional yang di sini disebut S, P, O, pel, dan ket. Kelima unsur itu tidak selalu bersama-sama ada dalam satu klausa. Kadang-kadang satu klausa hanya terdiri dari S dan P kadang terdiri dari S, P dan O, kadang-kadang terdii dari S, P, pel dan ket. Kadang-kadang terdiri dari P saja. Unsur fungsional yang cenderung selalu ada dalam klausa ialah P.
1. S dan P
Contoh : Budi(S) tidak berlari-lari(P) Tidak berlari-lari(P) Budi(S)
Badannya(S) sangat lemah(P)  Sangat lemah(P) badannya(S)
2. O dan Pel
P mungkin terdiri dari golongan kata verbal transitif, mungkin terdiri dai golongan kata verbal intransitif, dan mungkin pula terdirri ari golongan-golongan lain. Apabila terdiri dari golongan kata verbal transitif, diperlukan adanya O yang mengikuti P itu. Contoh :
Kepala Sekolah(S) akan menyelenggarakan(P) pentas seni(O).
Pentas seni(S) akan dislenggarakan(P) kepala sekolah(O)
3. Keterangan
Unsur klausa yang tidak menduduki fungsi S, P, O dan Pel dapat diperkirakan menduduki fungsi Ket. Berbeda dengan O dan Pel yang selalu terletak di belakang dapat, dalam suatu klausa Ket pada umumnya letak yang bebas, artinya dapat terletak di depan S, P dapat terletak diantara S dan P, dan dapat terletak di belakang sekali. Hanya sudah tentu tidak mungkin terletak di antara P dan O, P dan Pel, karena O dan Pel boleh dikatakan selalu menduduki tempat langsung dibelakang P. Contoh :
Akibat banjir(Ket) desa-desa itu(S) hancur(P)
Desa-desa itu(S) hancur(P) akibat banjir(O)
2. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Kata atau Frase yang menjadi Unsurnya.
Analisis kalusa berdasarkan kategori kata atau frase yang menjadi unsur-unsur klausa ini itu disebut analisis kategorional. Analisis ini tidak terlepas dari analisis fungsional, bahkan merupakan lanjutan dari analisis fungsional.
Contoh :
Aku Sudah menghadap Komandan Tadi
F S P O Ket
K N V N Ket

3. Analisis Klausa Berdasarkan Kategori Makna dan Unsur-unsurnya.
Dalam analisis fungsional klausa dianalisis berdasarkan fungsi unsur-unsurnya menjadi S, P, O, Pel dan Ket dalam analisis kategorial telah dijelaskan bahwa fungsi S terdiri dari N, fungsi P terdiri dari N, V, Bil, FD, fungsi O terdiri dari N, fungsi Pel terdiri dari N, V, Bil dan fungsi ket terdiri dari Ket, FD, N.
Fungsi-fungsi itu disamping terdiri dari kategori-kategori kata atau frase juga terdiri dari makna-makna yang sudah barang tentu makna unsur pengisi fungsi berkaitan dengan makna yang dinyatakan oleh unsur pengisi fungsi yang lain. Contoh :
Dinda Menemani Adiknya Di tempat tidur Beberapa saat
F S P O Ket 1) Ket 2)
K N V N FD N
M Pelaku Pembuatan Penderita Tempat Waktu

Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat-kalimat yang mengandung dua pola kalimat atau lebih, Kalimat majemuk terdiri atas:
a. Sebuah kalimat tunggal yang bagian-bagiannya diperluas sedemikian rupa sehingga perluasan itu membentuk satu atau lebih pola kalimat baru, di samping pola yang sudah ada.
Misalnya: 1. Anak itu membaca puisi. (kalimat tunggal)
2. Anak yang menyapu di perpustakaan itu sedang membaca puisi.
(subjek pada kalimat pertama diperluas)

b. Penggabungan dari dua atau lebih kalimat tunggal sehingga kalimat yang baru mengandung dua atau lebih pola kalimat.
Misalnya: 1. Susi menulis surat (kalimat tunggal I)
2. Bapak membaca koran (kalimat tunggal II)
3 Susi menulis surat dan Bapak membaca koran.

Berdasarkan sifat hubungannya, kalimat majemuk dapat dibedakan atas :
1) Kalimat majemuk setara

Kalimat majemuk setara adalah kalimat majemuk yang hubungan antara pola-pola kalimatnya sederajat. Kalimat majemuk setara terdiri atas:

a. Kalimat majemuk setara menggabungkan. Biasanya menggunakan kata-kata tugas: dan, serta, lagipula, dan sebagainya.
Misalnya: Sisca anak yang baik lagi pula sangat pandai.
b. Kalimat majemuk serta memilih. Biasanya memakai kata tugas: atau, baik, maupun.
Misalnya: Bapak minum teh atau Bapak makan nasi.
c. Kalimat majemuk setara perlawanan. Biasanya memakai kata tugas: tetapi, melainkan.
Misalnya: Dia sangat rajin, tetapi adiknya sangat pemalas.

2) Kalimat majemuk bertingkat

Kalimat majemuk yang terdiri dari perluasan kalimat tunggal, bagian kalimat yang diperluas sehingga membentuk kalimat baru yang disebut anak kalimat. Sedangkan kalimat asal (bagian tetap) disebut induk kalimat. Ditinjau dari unsur kalimat yang mengalami perluasan dikenal adanya
a. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat penggati subjek.
Misalnya: Diakuinya hal itu
P S
Diakuinya bahwa ia yang memukul anak itu.
( anak kalimat pengganti subjek)
b. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti predikat.
Misalnya: Katanya begitu
Katanya bahwa ia tidak sengaja menjatuhkan gelas itu.
( anak kalimat pengganti predikat)
c. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti objek.
Misalnya: Mereka sudah mengetahui hal itu.
S P O
Mereka sudah mengetahui bahwa saya yang mengambilnya.
( anak kalimat pengganti objek)
d. Kalimat majemuk bertingkat dengan anak kalimat pengganti keterangan.
Misalnya: Ayah pulang malam hari
S P K
Ayah pulang ketika kami makan malam
(anak kalimat pengganti keterangan)



3) Kalimat majemuk campuran
Kalimat majemuk campuran adalah kalimat majemuk hasil perluasan atau hasil gabungan beberapa kalimat tunggal yang sekurang-kurangnya terdiri atas tiga pola kalimat.
Misalnya: Ketika ia duduk minum-minum, datang seorang pemuda berpakaian bagus, dan menggunakan kendaraan roda empat.
Ketika ia duduk minum-minum
(pola atasan)
datang seorang pemuda berpakaian bagus
( pola bawahan I)
datang menggunakan kendaraan roda empat
( pola bawahan II)
Transformasi kalimat
Kalimat transformasi bisa dibentuk dengan cara:

Pembalikan urutan kalimat
Contoh:
a. Dia tidak lulus ujian.
b. Tidak lulus ujian dia.
a. Gadis itu berambut panjang.
b. Berambut panjang gadis itu
Penambahan partikel –nya
Contoh:
a. Istri Pak Tono meninggal tadi pagi.
b. Pak Tono, istrinya, meninggal tadi pagi.
Mengubah kalimat tunggal menjadi kalimat majemuk atau sebaliknya.
Contoh:
(1) Nenek sedang menggoreng ikan. (Kal. Tunggal)
(2) Nenek yang berbaju lusuh itu sedang menggoreng ikan. (Kal. Majemuk)(kal. transformasi)
(3) Nenek sedang menggoreng ikan yang sudah busuk itu. (Kal. Majemuk)(kal. transformasi)
(4) Nenek yang sedang menggoreng ikan itu sangat cantik. (Kal. Majemuk)(bukan kalimat transformasi, karena inti kalimat ini adalah nenek sangat cantik)
Mengubah kalimat berita menjadi kalimat tanya atau perintah.
Contoh:
(1) Nenek pergi.
(2) Nenek pergi?
(3) Nenek pergi!
Menambah atau mengurangi unsur-unsur kalimat asal tidak mengubah makna kalimat.
Contoh:
(1) Ririn sedang makan.
(2) Ririn sedang makan roti.
(3) Kemarin Ririn makan.
Jenis-jenis transformasi kalimat

Rusyana (1969) dan Parera (1988: 16-18) mengemukakan beberapa transformasi dari kalimat inti menjadi kalimat turunan, yakni :
a. Transformasi penambahan
Kalimat inti yang berpola FB+FK+FB dapat ditransformasikan menjadi kalimat ingkar dengan menambahkan kata tidak dengan pola transformasi FB+tidak+FK+FB.
b. Transformasi penghilangan
Kalimat inti yang berpola FB+FK intrasitif dapat ditransformasikan penghilang menjadi kalimat elips/minor dengan pola FKintra.
c. Transformasi penggantian
Kalimat inti yang berpola FB+FK+FB dapat mengalami proses transfromasi penggantian dengan pola Siapa+FK+FB.
d. Transformasi perubahan bentuk
Kalimat inti denga pola FB+meng-FK+FB (aktif) dapat mengalami proses transformasi perubahan bentuk pasif dengan pola FB2+di-FK+oleh+FB1 atau FB2=FB1=FK.
e. Transformasi pensuprasegmentalan/pemrosodian
Kalimat inti dengan pola FB +FK+FB dengan intonasi berita dapat mengalami proses transformasi pensuprasegmentalan Tanya dengan pola FB+FK+FB intonasi tanya.
f. Transformasi penggabungan
Kalimat inti dengan pola FB+FK+FB dapat mengalami proses transformasi penggabungan dengan kalimat inti lainya yang berpola FB+FK+FB ata pola kalimat inti lainya. Proses transformasi penggabungan tersebut menghasilkan kalimat luas dengan menggunakan kata tugas tertera yang sesuai.
Secara sistematis, proses transformasi penggabungan dapat dibedakan atas :
1) Penggabungan lokatif
2) Penggabungan temporal
3) Penggabungan kausal
4) Penggabungan kondisional
5) Penggabungan final
6) Penggabungan keceraan

Variasi pola struktur kalimat tunggal
1. Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang hanya terdiri atas dua unsur inti pembentukan kalimat (subjek dan predikat) dan boleh diperluas dengan salah satu atau lebih unsur-unsur tambahan (objek dan keterangan), asalkan unsur-unsur tambahan itu tidak membentuk pola kalimat baru.

Kalimat Tunggal Susunan Pola Kalimat
Ayah merokok.
Adik minum susu.
Ibu menyimpan uang di dalam laci. S-P
S-P-O
S-P-O-K

Kalimat langsung dan kalimat tak langsung

Kalimat langsung biasanya ditandai dengan tanda petik yang mengapit, sedang kalimat tak langsung tidak ada tanda petik yang mengapitnya. Atau juga dapat diartikan kalimat langsung yaitu kalimat yang menyatakan pendapat orang ketiga dengan mengutip kata-katanya persis seperti waktu dikatakannya, sedangkan kalimat tak langsung yaitu yang menyatakan isi ujaran orang ketiga tanpa harus mengulang kata-katanya secara tepat.
1. Kalimat lansung
Kalimat langsung merupakan kalimat yang langsung disampaikan oleh sumbernya atau yang mengucapkan serta kalimat yang menggunakan tanda petik. kalimat yang secara cermat menirukan ucapan atau ujaran orang lain, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Bentuk dari kalimat langsung dapat berupa kalimat berita, kalimat tanya, kalimat perintah, ataupun kalimat seru.
Contoh :
a. Ibu berkata , “besok saya mengikuti kegiatan PKK dib alai desa”.
b. “dimana kamu sekolah?” Tanya Farda.
c. Pak guru berkata , “Besok hari Senin pagi ada pertandingan sepak bola antar sekolah”.
2. Kalimat tak langsung
Kalimat tak langsung merupakan kalimat yang tidak langsung disampaikan oleh sumbernya dan tidak menggunakan tanda petik. kalimat yang melaporkan/memberitahukan ucapan atau ujaran orang lain. Bentuk dari kalimat tidak langsung hanya berupa kalimat berita.
Contoh:
a. Ibu mengatakan bahwa saya harus istirahat
b. Kakak berkata bahwa aku harus meraih juara kelas semester ini
c. Dia mengatakan bahwa dia saying padaku
PERBEDAAN KALIMAT LANGSUNG DAN KALIMAT TAK LANGSUNG
1. Kalimat langsung bertanda kutip (“…”) sedangkan kalimat tak langsung tidak bertanda kutip.
2. Pada kalimat langsung, intonasi bagian yang dikutip lebih tinggi dibandingkan yang tidak, sedangkan pada kalimat tak langsung intonasi mendatar dan menurun
3. Pada kalimat langsung, kata ganti pada kalimat yang dikutip tidak mengalami perubahan, sedangkan pada kalimat tak langsung kata ganti pada kalimat yang dikutip mengalami perubahan.
4. Susunan kalimat langsung tetap, tidak berkata tugas, sedangkan pada kalimat tak langsung berkata tugas, seperti bahwa, sebab, untuk, supaya, dll.
5. Kalimat langsung berbentuk kalimat berita, kalimat tanya, kalimat perintah, dan kalimat seru sedangkan pada kalimat tak langsung hanya berupa kalimat berita.
Dalam penerapannya kadang-kadang terjadi kesalahan dalam penulisan kalimat langsung dan kalimat tak langsung terutama bagi siswa. Kesalahan-kesalahan ini telah dianalisis oleh Luqman M. Hakim, seorang mahasiswa Program D-II PGSD Universitas Negeri Malang, yang menyatakan bahwa :
(1) Siswa masih kesulitan dalam menentukan kalimat yang merupakan petikan langsung;
(2) Kesalahan yang berkaitan dengan menulis tanda petikpada kalimat langsung sebesar 76%;
(3) Kesalahan dalam menulis huruf kapital sebesar 21% untuk kalimat langsung dan 13% untuk kalimat tidak langsung;
(4) Kesalahan dalam menulis tanda seru dan tanda tanya, yaitu sebesar 46% pada kalimat langsung;
(5) Kesalahan menulis tanda titik tergolong sedang yaitu sebesar 41% pada kalimat tidak langsung.



BAB II
ISI
SINTAKSIS
A. Pengertian Sintaksis
Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu “sun” yang berarti “dengan” dan kata “tattein” yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat.
Dalam linguistik, sintaksis (dari Bahasa Yunani Kuno “συν- syn-“, "bersama", dan “τάξις táxis”, "pengaturan") adalah ilmu mengenai prinsip dan peraturan untuk membuat kalimat dalam bahasa alami. Selain aturan ini, kata sintaksis juga digunakan untuk merujuk langsung pada peraturan dan prinsip yang mencakup struktur kalimat dalam bahasa apapun.
Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana. Untuk menjelaskan uraian itu, diambil contoh kalimat : Seorang pelajar sedang belajar di perpustakaan.
Kalimat di atas terdiri dari satu klausa yang terdiri dari S, ialah seorang pelajar, P, ialah sedang belajar, dan KET ialah di perpustakaan. Sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa berusaha menjelaskan unsur-unsur itu dalam suatu satuan baik hubungan fungsional maupun hubungan maknawi. Misalnya pada kalimat di atas terdapat frase sedang belajar, yang terdiri dari dua unsur, ialah kata sedang dan kata belajar. Berdarsarkan hubungan maknawi antar unsur-unsurnya, frase seorang pelajar yang menduduki fungsi S menyatakan makna pelaku, frase sedang belajar yang menduduki fungsi P menyatakan makna perbuatan dan frase di perpustakaan yang menduduki fungsi KET menyatakan makna tempat. Jadi klausa di atas terdiri dari unsur-unsur maknawi pelaku diikuti perbuatan diikuti tempat.
Adapun pengertian lain dari sintaksis adalah cabang ilmu yang membicarakan kalimat dengan segala bentuk dan unsur - unsur pembentuknya.
Beberapa definisi atau batasan sintaksis menurut para ahli :
Sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang sudah sangat tua, menyelidiki struktur kalimat dan kaidah penyusunan kalimat (Suhardi, 1998:1). Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah ilmu bahasa yang menyelidiki struktur kalimat dan penyusunan kalimat.
Sintaksis adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara kata atau frase atau klausa atau kalimat yang satu dengan kata atau frase (clause atau kalimat yang lain atau tegasnya mempelajari seluk-beluk frase, klause, kalimat dan wacana (Ramlan. 1985:21). Berdasarkan pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah ilmu bahasa yang menyelidiki struktur kalimat dan penyusunan kalimat.
Sintaksis adalah subsistem bahasa yang mencakup tentang kata yang sering dianggap bagian dari gramatika yaitu morfologi dan cabang linguistic yang mempelajari tentang kata ( Hari Murt Kridalaksana, 1993 ).
Gleason (1955) mendefinisikan bahwa “syntax maybe roughly defined as the principles of arrangement of the construction (word) into large constructions of various kinds.” Artinya: sintaksis mungkin dikaitkan dari definisi prinsip aransement konstruksi (kata) kedalam konstruksi besar dari bermacam-macam variasi.
Menurut O’ Grady, et. al., (1997) syntax is the system of the rules and categories that underlines sentence formation in human language. Artinya: sintaksis adalah aturan dalam sistem pola kalimat dasar dalam bahasa manusia.
Kajian sintaksis meliputi :
1. Frasa
a. Frasa adalah satuan gramatikal yang tidak melebihi batas fungsi
b. Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif (hubungan antara kedua unsur yang membentuk frase tidak berstruktur subjek - predikat atau predikat - objek), atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat.
2. Klausa
a. Klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari predikat, baik disertai subjek, objek, pelengkap, dan keterangan.
b. Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Artinya, di dalam konstruksi itu ada komponen, berupa kata atau frase, yang berungsi sebagai predikat; dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan keterangan. Klausa berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sudah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat.
3. Kalimat
a. Kalimat sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, didefinisikan sebagai susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa), kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.
b. Kalimat adalah satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung satu pengertian dan mempunyai pola intonasi akhir.

B. Kalimat
Selain pengertian yang telah disebutkan pada pembahasan sebelumnya mengenai pengertian kalimat, kalimat masih memiliki banyak pengertian.
Kalimat adalah bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan, serta memiliki fungsi-fungsi gramatikal.
Kalimat yang dikatakan sempurna adalah kalimat yang seimbang antara ide dan bentuknya atau kalimat yang berpola “subjek,-predikat-objek”.
Beberapa pendapat ahli mengenai definisi kalimat, antara lain :
Sutan Takdir Alisyahbana dalam kamus tata bahasa tradisional mendefinisikan kalimat sebagai satuan kumpulan kata yang terkecil yang mengandung pikiran yang lengkap.
Menurut Leonard Bloomfield, kalimat adalah a maximum form is any ulterance is a sentence. This a sentence is a form which, ... isn’t part of large contruction.
Menurut Hockett, kalimat adalah a sentence is a gramatical form which is not contruction with any other grammatical.
Menurut Parera, kalimat adalah sebuah bentuk ketatabahasaan yang maksimal yang tidak merupakan bagian dari yang lain yang lebih besar dan mempunyai ciri kesenyapan final yan menunjukkan bentuk itu berakhir.
Menurut Kridalaksana, kalimat adalah satuan bahasa secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final dan secara sktual dan potensial terdiri dari klausa.
Menurut Ramlan, kalimat adalah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun naik.
Menurut Cook dalam Tariga, kalimat adalah satuan bahasa yang relatif dapt berdiri sendiri, yang mempunyai pola intonasi akhir dan yang terdiri dari klausa.
Sedangkan menurut Keraf, kalimat adalah satu bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan di mana intonasinya menunjukkan bahwa ujaran itu sudah lengkap.
Dengan mengaitkan peran kalimat sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, kalimat didefinisikan sebagai “susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap”. Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa) bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.
Sehingga disimpulkan, bahwa yang penting atau yang menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final, sedangkan konjungsi hanya ada kalau diperlukan. Intonasi final yang ada yang memberi ciri kalimat ada tiga, yaitu intonasi deklaratif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda titik; intonasi interogatif, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda tanya; dan intonasi seru, yang dalam bahasa tulis dilambangkan dengan tanda seru.
Intonasi merupakan ciri utama yang membedakan kalimat dari sebuah klausa, sebab bisa dikatakan: kalimat minus intonasi sama dengan klausa; atau kalau dibalik; klausa plus intonasi sama dengan kalimat. Jadi, kalau intonasi dari sebuah kalimat ditanggalkan maka sisanya yang tinggal adalah klausa.
Intonasi dapat diuraikan atas ciri-ciri yang berupa tekanan, tempo, dan nada. Tekanan adalah ciri-ciri suprasegmental yang menyertai bunyi ujaran. Tempo adalah waktu yang diperlukan untuk melafalkan suatu arus ujaran. Nada adalah suprasegmental yang diukur berdasarkan kenyaringan suatu segmen dalam suatu arus ujaran. Dalam bahasa Indonesia dikenal tiga macam nada, yang biasa dilambangkan dengan angka “1”, nada sedang dilambangkan dengan angka “2”, dan nada tinggi dilambangkan dengan angka “3”.
Contoh : Bacálah buku itu !
2 – 32t / 2 11t #
Ket:
n = naik ; t = turun ; tanda - di atas huruf = tekanan
Tekanan yang berbeda menyebabkan intonasinya juga berbeda; akibatnya keseluruhan kalimat itu pun akan berbeda.
PENENTUAN KALIMAT
Bahasa terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan bentuk dan lapisan arti yang dinyatakan oleh bentuk bahasa terdiri dari satuan-satuan yang dapat dibedakan menjadi satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan gramatik.Satuan fonologik meliputi fonem dan suku. Sedangkan fonologik meliputi fonem dan suku, sedangkan satuan gramatika meliputi wacana, kalimat, klausa, frase, kata, dan morfem. Contoh kalimat dari satu kata misalnya: kemarin, kalimat yang terdiri dari dua kata, misalnya itu toko yang terdiri dari tiga kata, misalnya ia sedang belajar.

C. Klasifikasi Kalimat
1. Berdasarkan jumlah pola dan hubungan antarpola
a. Kalimat tunggal yaitu kalimat yang hanya mengandung sebuah pola kalimat, baik kalimat inti atau luas tapi perluasannya tidak membentuk pola kalimat yang baru.
Contoh : Dian membaca.
b. Kalimat majemuk yaitu kalimat yang mengandung dua pola. Kalimat majemuk terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
• Kalimat majemuk setara : Kalimat majemuk yang masing-masing penyusunnya dapat berdiri sendiri atau memiliki dua pola kalimat yang sederajat. Bersifat menggabungkan : dirangkaikan dengan kata tugas : dan, lagi, sesudah itu, karena itu. Bersifat memilih : atau. Bersifat mempertentangkan : tetapi, melainkan, hanya.
Contoh :
Kadir membawa buku dan Kadir membawa tas ( Kadir membawa buku dan tas )
Ket : Kalimat di atas terdiri dari dua kalimat, yaitu :
 Kadir membawa buku.
 Kadir membawa tas.
• Kalimat majemuk bertingkat : Kalimat yang penyusunnya tidak dapat berdiri sendiri atau memiliki dua pola kalimat atau lebih yang tidak sederajat. Terdiri klausa bebas dan klausa terikat. Kalimat majemuk biasanya ditandai dengan kata ketika, supaya, agar, karena, sebab.
Contoh :
Ibu pergi ke pasar, ketika ayah pulang dari kantor.
c. Kalimat kompleks yaitu kalimat yang mengandung lebih dari dua pola
Contoh : Saya pergi ke kampus, adik hanya tinggal di rumah dan kakak entah ke mana.
2. Berdasarkan tujuannya
a. Kalimat berita ( deskriptif ) yaitu kalimat yang mengandung suatu perungkapan peristiwa baik itu kalimat langsung atau tak langsung yang berfungsi untuk memberitahukan sesuatu kepada orang lain
Contoh :
 Kemarin hujan turun lebat.
 Besok Dhila pulang dari Jakarta.
b. Kalimat tanya yaitu kalimat yang mengandung satu permintaan agar diberi informasi dan bentuk susunan kalimatnya . Kalimat tanya dibagi menjadi dua bagian :
a). Pertanyaan total adalah meminta informasi yang mengenai seluruh pertanyaan itu, biasanya dijawab dengan ya! atau tidak!. Dan biasanya menggunakan intonasi tanya digabung dengan partikel - partikel -kah atau apakah.
b). Pertanyaan parsial adalah kalimat tanya yang hanya meminta informasi mengenai kata - kata tanya yang dibedakan berdasarkan sifat dan objek yang ditanyakan ;
(1). Menanyakan tentang manusia : siapa, dari siapa, untuk siapa, kepada siapa.
(2). Menanyakan tentang benda atau hal : apa, dari apa, untuk apa, dengan apa.
(3). Menanyakan jumlah : berapa.
(4). Menanyakan tempat : di mana, ke mana, dari mana.
(5). Menanyakan waktu : bila, kapan, bilamana, apabila.
(6). Menanyakan pilihan : mana, yang mana.
(7). Menanyakan sebab - akibat : mengapa, apa sebab, betapa sebab, bagaimana, akibat apa.
c. Kalimat perintah yaitu kalimat yang mengandung perintah atau permintaan agar orang lain melakukan suatu hal yang diinginkan oleh orang yang memerintah. Kalimat perintah memiliki beberapa jenis, seperti suruhan, permintaan, memperkenalkan, ajakan, larangan, bujukan, dan harapan
Contoh :
 Pergilah segera !
 Tutup jendela itu !
3. Berdasarkan ragam
a. Kalimat aktif yaitu kalimat yang subjeknya melakukan sesuatu atau berstruktur SPO atau jika subjeknya menjadi pelaku. Kalimat aktif ada dua macam, yaitu :
1). Kalimat aktif transitif : Kalimat aktif yang kata kerjanya berobjek langsung
Contoh : Tami mengerjakan tugas.
2). Kalimat aktif intransitif : Kalimat aktif yang kata kerjanya tidak berobjek
Contoh : Supi menyanyi.
b. Kalimat pasif yaitu kalimat yang subjeknya dikenai pekerjaan atau berpola OPS atau OSP atau jika subjeknya menjadi penderita
Contoh : Televisi diperbaiki oleh tukang servis.
4. Berdasarkan jenis kata predikat
a. Kalimat verbal yaitu kalimat yang predikatnya berupa kata kerja
Contoh : Adik bermain-main di halaman.
b. Kalimat nominal yaitu kalimat yang predikatnya selain kata kerja atau berupa kata benda
Contoh : Ini kampus kami.
5. Berdasarkan kutipan pembicaraan
a. Kalimat langsung yaitu kalimat yang diujarkan oleh seseorang yang dapat berupa kalimat berita, tanya, dan perintah. Kalimat langsung juga dapat dikatakan sebagai kalimat yang langsung disampaikan oleh sumbernya atau yang mengucapkan, serta menggunakan tanda petik (“)
Contoh :
 Ibu Guru berkata, “Minggu depan tugas harus dikumpul.”
 “Berapa jumlah saudaramu ?” tanya Dian.
b. Kalimat tidak langsung yatu kalimat yang melaporkan apa yang diujarkan oleh seseorang yang dapat berupa kalimat berita, tanya dan perintah atau kalimat yang tidak langsung disampaikan oleh sumbernya serta tidak menggunakan tanda petik (“)
Contoh :
 Kadir mengatakan bahwa kemarin ia dibelikan motor baru.
 Ayah berkata bahwa saya harus juara kelas.
6. Berdasarkan pola
a. Kalimat inti yaitu kalimat yang terdiri dari in subjek dan inti predikat
Contoh : Dhila memasak
b. Kalimat luas yaitu kalimat yang terdiri dari subjek, predikat, dan diperluas dengan satu atau beberapa unsur tambahan.
Contoh : Telepon itu berdering


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan sebelumnya, kita bisa mengetahui bahwa sintaksis adalah cabang yang membicarakan kalimat dengan segala bentuk dan unsur-unsur pembentuknya. Tiga kajian sintaksis yakni frase, klausa, dan kalimat.
Salah satu definisi sintaksis menurut para ahli yaitu ilmu yang mempelajari hubungan antara kata atau frase atau klausa atau kalimat yang satu dengan kata atau frase (clause atau kalimat yang lain atau tegasnya mempelajari seluk-beluk frase, klause, kalimat dan wacana (Ramlan. 1985:21)
Salah satu kajian sintaksis yaitu kalimat yang merupakan alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan, didefinisikan sebagai susunan kata-kata yang teratur yang berisi pikiran yang lengkap. Sedangkan dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase, dan klausa), kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.
Kalimat juga merupakan satuan bahasa yang terdiri dari dua kata atau lebih yang mengandung satu pengertian dan mempunyai pola intonasi akhir serta bagian ujaran yang didahului dan diikuti oleh kesenyapan, serta memiliki fungsi-fungsi gramatikal.
Klasifikasi kalimat terbagi menjadi 6 bagian, yaitu berdasarkan jumlah pola dan hubungan antarpola, berdasarkan tujuannya, berdasarkan ragam, berdasarkan jenis kata predikat, berdasarkan kutipan pembicaraan, dan berdasarkan pola.




B. KRITIK DAN SARAN
Demikianlah makalah yang telah kelompok kami susun. Kami berharap makalah ini berguna sebagaimana mestinya dan dapat diterima dengan baik. Tapi, sebagai manusia biasa yang tidak luput dari kekurangan, kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga kami sebagai pemakalah dapat memperbaiki kekurangan dan mempertahankan kelebihan yang ada pada makalah kami. Terima kasih.

C. LAMPIRAN
1. Abdul Kadir
a. Pengertian Sintaksis b. Kalimat
2. Supianti
a. Pengertian Sintaksis b. Kalimat c. Klasifikasi Kalimat
3. Fadhilah
a. Pengertian Sintaksis b. Kalimat c. Klasifikasi Kalimat
4. Dian Kurnia Sambas
a. Pengertian Sintaksis b. Kalimat c. Klasifikasi Kalimat
5. Unga Utami
a. Pengertian Sintaksis b. Kalimat c. Klasifikasi Kalimat



DAFTAR PUSTAKA

cakrabuwana.files.wordpress.com/2009
Haryono, Samsun. 1995. Sari Kata Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Ilmu
(http://makalahdanskripsi.blogspot.com/)
id.wikipedia.org/wiki/sintaksis
Salam, Rosdiah Dra. Hj. 2006. Bahasa dan Sastra Indonesia. Makassar: FIP UNM
Tim Pengajar JILC. 2008. Handbook 1 Kemampuan Dasar SMA Kelas 3 Persiapan SNM-PTN & UN. Makassar: JILC
“DEVELOPMENTALLY APPROPRIATE PRACTICE IN EARLY CHILDHOOD PROGRAMS”







Created By :
Group 6
Bilingual Class
1. Risna Amelia
2. Asnur
3. Nurul Muawiah M.
4. Basmah
5. Husnul Khatimah

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2009-2010

TRANSLATE IN INDONESIAN tentang "Programs Praktek sesuai dengan Tahapan Perkembangan pada Anak Usia Dini "
Hal 167-172
Sesuai Praktek
Dengan mengamati dan berinteraksi dengan individu dan kelompok-kelompok kecil selama pengalaman belajar, guru memaksimalkan pemahaman mereka terhadap kemampuan anak-anak saat ini dan apa yang setiap anak mampu melakukan dengan bantuan lain dari orang dewasa atau teman sebaya. Untuk membantu anak-anak memperoleh keterampilan baru atau pemahaman, guru memilih strategi pengajaran, dengan mempertimbangkan tuntutan intelektual tugas belajar dalam hubungannya dengan peserta didik. Sebagai contoh, guru pertama yang memungkinkan anak-anak untuk mengeksplorasi bahan-bahan yang diperkenalkan, di samping menunjukkan sebuah teknik baru, dan kemudian memberikan struktur atau isyarat, seperti langkah-langkah dalam memecahkan masalah. Untuk kelompok yang lebih maju, guru hanya memberikan masalah dan sumber daya untuk memecahkannya.
Guru memberikan banyak kesempatan bagi anak-anak untuk merencanakan, mengantisipasi, merefleksikan, dan kembali pada pengalaman belajar mereka sendiri. Anak-anak terlibat dalam diskusi dan kegiatan representasi (seperti menulis, menggambar, atau membangun model) untuk membantu anak-anak memperbaiki konsep mereka sendiri, berpikir dan membantu mereka memahami pikiran anak-anak. Guru menggunakan hipotesis sendiri dalam memecahkan masalah dan eksperimen dalam dunia pekerjaan. Mereka berbagi pengamatan dari proses belajar dengan anak-anak dan menggunakan informasi yang diperoleh untuk menginformasikan keputusan instruksional berikutnya.

Tidak Sesuai dengan Praktek
Anak-anak bekerja secara mandiri dan guru hanya memantau jawaban benar atau salah, guru memiliki sedikit gagasan tentang proses pemecahan masalah anak-anak atau bidang spesifik dari kesulitan dan kompetensi. Akibatnya, guru tidak tahu bagaimana membantu anak-anak yang tidak mengerti atau bagaimana tantangan lebih lanjut anak-anak yang mendapatkan masalah benar. Guru tidak ikut campur ketika beberapa anak-anak menjadi frustrasi dan gagal untuk belajar konsep-konsep kunci dan keterampilan atau ketika orang lain merasa bosan dan kemajuan yang jauh lebih lambat daripada yang mereka bisa.
Guru tidak terlibat dalam proyek, bermain, atau pengalaman belajar lainnya, ia hanya memberikan bimbingan atau dukungan minimal. Guru pasif, gagal untuk mengambil tindakan bila diperlukan, dengan asumsi bahwa anak-anak akan mengembangkan keterampilan intelektual dan sosial (misalnya, negosiasi, pemecahan masalah, dan resolusi konflik) pada mereka sendiri tanpa bantuan orang dewasa.
Merasa tertekan untuk menutupi kurikulum dan percaya bahwa kembali ke topik yang sama adalah buang-buang waktu, para guru beranggapan bahwa jika mereka telah menyajikan informasi atau memberikan pengalaman sekali, anak-anak seharusnya belajar konten.
Mengharapkan anak-anak untuk merespons secara benar dengan satu jawaban yang benar, guru melihat anak-anak dengan hipotesis yang hanya sebagai jawaban yang salah daripada petunjuk untuk pemikiran mereka atau ukuran efektivitas strategi pengajaran. Tidak menyadari betapa anak-anak mampu untuk belajar, guru tidak melibatkan mereka dalam dialog di mana orang dewasa menunjukkan bahwa mereka mengambil ide-ide dari para anak.

Sesuai Praktek
Mengajar untuk meningkatkan pengembangan dan pembelajaran

Motivasi dan Bimbingan

Guru menggambar pada anak-anak di kelas utama yang berkeinginan untuk memahami dunia dan untuk memperoleh kompetensi dengan melibatkan mereka dalam pembelajaran menarik dan menantang. Guru mendorong anak untuk menetapkan tujuan yang tinggi yang dapat dicapai untuk diri mereka sendiri dan untuk mengatasi masalah dan tugas yang menantang. Misalnya, ketika anak-anak menetapkan batas rendah untuk kinerja mereka sendiri ( "Aku tidak bisa menulis sebuah cerita. Aku hanya bisa menulis empat kalimat"), para guru membawa mereka untuk meningkatkan pandangan dan standar yang lebih tinggi ( "Saya penasaran ingin tahu apa yang terjadi selanjutnya dalam cerita ini. Katakan padaku, dan aku akan membantu Anda menuliskannya jika anda membutuhkan saya.").
Guru mempromosikan inisiatif dari hidup, membuat ketekunan yang prososial, orientasi tugas, dan pengaturan diri dengan menyediakan berbagai kegiatan menarik, mendorong pilihan individu, sehingga cukup waktu bagi anak-anak untuk menyelesaikan proses bekerja, dan memastikan banyak peluang dari waktu ke waktu dengan guru atau dengan teman dekat.
Guru menyediakan banyak kesempatan sehari-hari bagi anak-anak untuk mengembangkan keterampilan sosial, seperti membantu, bekerja sama, bernegosiasi, dan berbicara melalui masalah interpersonal dengan mereka yang terlibat. Guru memfasilitasi perkembangan keterampilan sosial, dianggap sebagai bagian sentral dari kurikulum. Ketika anak-anak terlibat dalam perilaku antisosial dan menyediakan pelatihan yang tepat waktu dalam pengembangan keterampilan sosial bagi anak-anak yang diabaikan atau ditolak oleh teman-temannya.
Guru-guru mempromosikan pengembangan rasa hormat terhadap orang lain, hati nurani, dan kontrol diri melalui teknik-teknik bimbingan yang positif; melibatkan anak-anak dalam menetapkan aturan jelas dan masuk akal untuk hidup sosial dan resolusi konflik; menegakkan jelas, konsisten konsekuensi bagi yang tidak dapat diterima, perilaku berbahaya; mengarahkan anak-anak kegiatan yang dapat diterima, dan pertemuan dengan anak dan individu memiliki masalah atau dengan anak dan orangtua bersama-sama. Guru tetap kenakalan dalam perspektif, mengenali bahwa setiap pelanggaran tidak menjamin perhatian dan mengidentifikasi orang-orang yang dapat digunakan kesempatan belajar iklan.

Tidak Sesuai dengan Praktek
Sebuah pengalaman yang dominan yang tidak menarik dan tidak menantang atau terlalu sulit dan membuat frustrasi merusak motivasi intrinsik anak-anak untuk belajar. Untuk mendapatkan partisipasi anak. dalam kegiatan, guru biasanya mengandalkan atau imbalan eksternal (seperti stiker, bintang-bintang emas, permen atau hak istimewa, atau suatu kelas atau setiap bagian dari pekerjaan) atau hukuman (penahanan atau tidak ada waktu istirahat).
Guru ceramah tentang pentingnya perilaku sosial yang tepat dan menggunakan hukuman, penghinaan publik, atau kekurangan (seperti tidak ada istirahat) untuk menegakkan aturan. "Hey aku tidak punya waktu untuk percakapan pribadi dengan anak-anak, dan hanya siswa yang paling mampu menyelesaikan pekerjaan mereka, pada waktunya untuk mengejar kepentingan-kepentingan khusus atau bertindak dengan anak-anak lain.
Anak-anak memiliki sedikit kesempatan untuk berlatih keterampilan sosial dan mengembangkan hubungan kupas positif di dalam kelas karena mereka selalu duduk dan melakukan yang diam, kerja individu ditugaskan atau guru terlibat dalam kerja kelompok terarah interaksi sosial terjadi hampir seluruhnya di tempat bermain, di mana orang dewasa jarang berinteraksi dengan anak-anak selain untuk iklan monis, mereka untuk berperilaku.
Guru percaya bahwa jika mereka mengabaikan un perilaku yang dapat diterima akan turun, sc mereka gagal untuk mengambil tindakan ketika anak-anak tidak mengalami kemajuan dalam keterampilan sosial. Untuk mantan banyak, anak-anak yang terus-menerus mengejek atau diejek oleh teman-teman sekelas disuruh untuk mengabaikan ejekan atau "kerja itu diri Anda."
Guru tidak melibatkan anak-anak dalam menetapkan batas yang jelas dan standar dalam menerima perilaku sosial. Guru menempatkan mereka pada diri dalam peran yang berlawanan dengan anak-anak, menghabiskan banyak waktu mengancam anak karena kurangnya kontrol impuls dan menghukum dalam pelanggaran.
Guru tidak bertanggung jawab kepada anak-anak memegang standar perilaku yang dapat diterima dan mengabaikan perilaku yang tidak dapat diterima, meninggalkan beberapa anak-anak menjadi pengganggu dan lain-lain, korban. Kurangnya batas-batas yang jelas tentang perilaku yang tidak dapat diterima dan tidak seimbang ketergantungan pada anak-anak untuk menyelesaikan semua masalah sosial mereka sendiri meninggalkan kelas tanpa ketertiban dan guru-guru tanpa otoritas.




Membangun kurikulum yang sesuai

Kurikulum terpadu

 Kurikulum ini dirancang untuk anak-anak dalam mengembangkan pengetahuan dan keterampilan dalam semua bidang konten (bahasa dan keaksaraan, matematika, ilmu pengetahuan, ilmu-ilmu sosial, kesehatan, pendidikan jasmani, seni, dan musik) dan untuk membantu anak-anak membangun pondasi untuk belajar sepanjang hayat. Guru mengetahui isi yang mereka ajarkan, yang akrab dengan standar lokal dan nasional untuk konten kurikulum, dan merancang kurikulum untuk membantu anak-anak mencapai standar untuk belajar, sementara mereka yang sehat juga mendukung pembangunan di segala bidang (kognitif, sosial, emosional, dan fisik).
 Kurikulum disusun dan terpadu sehingga anak-anak memperoleh pemahaman yang lebih dalam konsep-konsep kunci, keterampilan, dan alat-alat penyelidikan masing-masing wilayah subjek, mampu mengaplikasikan pengetahuan mereka dalam bidang yang berbeda, dan juga memahami hubungan antara dan di seluruh disiplin ilmu. Pada saat-saat disiplin daerah, seperti membaca, matematika, atau ilmu pengetahuan, adalah fokus studi, tetapi guru membantu anak-anak melihat bagaimana keterampilan atau konsep yang dialamatkan berhubungan dengan belajar di bidang lain. Spesialis dalam seni, musik, pendidikan jasmani, dan daerah lain bekerja dengan guru kelas reguler untuk memastikan integrasi kurikulum.
 Kurikulum dirancang terutama untuk membantu anak-anak melakukannya dengan baik pada tes pilihan ganda standar yang digunakan untuk tujuan akuntabilitas. Sempit berfokus pada perolehan keterampilan diskrit, kurikulum tidak memiliki minat dan tantangan intelektual.
 Guru memiliki harapan yang rendah dan air ke dalam kurikulum baik untuk menghindari mendorong anak-anak atau karena mereka meremehkan kemampuan anak-anak (misalnya, membatasi anak-anak untuk satu tambahan angka ketika mereka mampu memahami angka-angka yang lebih besar).
 Kurikulum selalu dibagi menjadi beberapa subjek dan yang tetap adalah jumlah waktu yang dialokasikan untuk masing-masing. Guru jarang memanfaatkan kesempatan untuk integrasi alam, seperti punya anak menulis dan menggambar tentang apa yang mereka amati dalam percobaan sains.
 Guru mencurahkan begitu banyak waktu untuk membaca dan matematika bidang utama lainnya, seperti ilmu-ilmu sosial, ilmu pengetahuan, dan kesehatan, diabaikan atau termasuk hanya jika waktu mengizinkan. Seni, musik, dan pendidikan jasmani hanya diajarkan sekali seminggu dan jarang diintegrasikan ke dalam kurikulum reguler. Spesialis yang mengajar mata pelajaran ini beroperasi secara independen dari guru kelas.





Sesuai dengan Praktek
Kurikulum efektif (koheren)

 Guru merencanakan dan melaksanakan kurikulum yang koheren untuk membantu anak-anak mencapai perkembangan yang penting dan tujuan pembelajaran, menggambar pada pengetahuan mereka tentang bidang konten, kemungkinan minat anak-anak usia ini, dan konteks masyarakat. Sebagai contoh, biasanya anak berusia 7 dan 8 tahun tertarik dalam mengumpulkan koleksi benda-benda (seperti prangko, koin, dan tutup botol). Guru menggunakan bunga ini untuk melibatkan anak-anak dalam belajar keterampilan matematika seperti jumlah dan hirarki klasifikasi. Dalam masyarakat nelayan guru anak-anak mungkin terlibat dalam klasifikasi terkait dengan tugas (seperti dengan umpan nelayan, perahu, dan spesies). Guru juga mengakui bahwa pengalaman belajar yang lebih efektif bila kurikulum responsif terhadap kepentingan anak-anak dan ide-ide seperti ini muncul. Sebagai contoh, anak-anak minat pada harta karun, setelah beberapa dari mereka membaca sebuah buku pada topik, merupakan katalisator untuk memperkenalkan serangkaian pengalaman tentang pemetaan dan membaca peta.
 Rencana guru kurikulum yang responsif terhadap konteks khusus anak-anak pengalaman. Nonsexist budaya yang beragam dan kegiatan dan bahan-bahan yang disediakan untuk mendukung anak-anak setiap perkembangan identitas diri, untuk membantu anak-anak membangun pemahaman tentang konsep-konsep baru dengan membangun pengetahuan sebelumnya dan menciptakan makna berbagi, dan memperkaya kehidupan semua anak dengan hormat penerimaan dan pemberi penghargaan perbedaan dan persamaan. Buku dan bahan belajar lainnya mencerminkan keragaman yang besar dari masyarakat, negara dan dunia.


Tidak Sesuai dengan Praktek
 Guru yang ditetapkan secara kaku mengikuti rencana kurikulum sekarang (kadang-kadang diolah atau diadopsi secara komersial di seluruh kabupaten atau sekolah) tanpa memperhatikan kepentingan masing-masing anak dan kebutuhan atau perubahan spesifik dan konteks masyarakat.
 Ada sedikit atau tidak ada akuntabilitas untuk anak-anak mencapai inti seperangkat keterampilan. Guru tidak memadai pengalaman rencana dengan demikian kurikulum itu fragmentasi.
 Multikultural kurikulum mencerminkan "pendekatan wisatawan" di mana artefak atau khusus lainnya dari berbagai budaya disajikan sebagai asing, eksotis, atau marjinal.
 Anak-anak bahasa, keluarga atau latar belakang budaya, dan perbedaan individu lain diabaikan, mendevaluasi, atau diperlakukan sebagai penyimpangan dari" normal "budaya mayoritas.
Sesuai dengan Praktek

Membangun sesuai kurikulum
Konten kurikulum
 Tujuan dari bahasa dan program keaksaraan untuk anak-anak untuk mengembangkan kemampuan mereka untuk mengembangkan kemampuan mereka untuk berkomunikasi melalui berbicara, mendengar, membaca, dan menulis dan untuk mengembangkan kemampuan dan berkeinginan untuk memperoleh pengetahuan melalui membaca. Keterampilan teknis atau subskills, seperti yang berkaitan dengan phonics, kata pengakuan, kapitalisasi, dan tanda baca, diajarkan dengan cara-cara yang bermakna bagi anak-anak. Guru mendukung perkembangan anak-anak ejaan menuju tujuan konvensional ejaan, dengan sedikit ketergantungan pada daftar ejaan yang ditentukan guru.
Murah hati guru menyediakan jumlah waktu dan berbagai acivities menarik bagi anak-anak untuk mengembangkan bahasa, menulis, ejaan, dan kemampuan membaca. anak-anak memiliki banyak kesempatan untuk membaca atau mendengar anak-anak yang berkualitas tinggi sastra dan nonfiksi untuk kesenangan dan informasi; mendiskusikan pembacaan; menggambar, mendikte, dan menulis tentang pengalaman mereka; merencanakan dan melaksanakan proyek yang melibatkan penelitian di tingkat kesulitan yang sesuai; bersama-sama menciptakan dengan daftar guru langkah yang diikuti dalam menyelesaikan sebuah proyek; wawancara berbagai masyarakat untuk mendapatkan informasi untuk proyek-proyek; membuat buku (misalnya teka-teki buku, "bagaimana jika" buku-buku, buku-buku tentang hewan peliharaan); mendengarkan rekaman atau melihat film-film anak-anak buku; dan menggunakan perpustakaan sekolah dan ruang kelas daerah membaca secara teratur. Guru juga mengajarkan keterampilan keaksaraan ketika anak-anak bekerja pada ilmu pengetahuan, ilmu sosial, dan konten lainnya daerah.

Tidak Sesuai dengan Praktek
 Membaca adalah hanya diajarkan sebagai keterampilan diskrit akuisisi dan subskills. Guru mengajar membaca terutama sebagai subjek yang terpisah dan tidak memanfaatkan kemungkinan untuk memajukan anak-anak `s kemajuan dalam membaca ketika mengajar mata pelajaran lain. Bahasa, menulis, dan ejaan pengajaran sangat bergantung pada buku kerja. anak-anak jarang diberi kesempatan untuk merevisi karya mereka, sehingga mereka tidak mampu untuk memperoleh rasa proses penulisan. anak menulis upaya ditolak atau diturunkan jika benar ejaan dan inggris standar tidak digunakan.
 Fokus dari program membaca basal pembaca, digunakan terutama dalam kelompok-kelompok membaca dan disertai workbook dan worksheet. bahkan mampu pembaca harus mengisi lembar kerja yang sama dan basal pembaca, meskipun mereka memiliki keterampilan dan minat. Pembaca kurang mampu diberikan sangat terbatas paparan teks menarik. menganggap pengelompokan guru menggunakan, mereka membuat jelas anak-anak yang berada dalam kelompok yang paling lambat membaca.
 Dengan tidak adanya tujuan tertentu untuk bahasa dan program dan standar melek huruf untuk berprestasi, guru sedikit usaha untuk membuat anak-anak lebih lanjut kemajuan dalam membaca dan menulis, dan anak-anak gagal untuk mendapatkan keterampilan keaksaraan dasar.
 Kurikulum pendekatan yang diadopsi tanpa dimengerti dengan baik oleh guru. Sebagai contoh, guru yang gagal untuk memahami tujuan dari "diciptakan ejaan" mungkin menolak permintaan seorang anak untuk ejaan konvensional dari sebuah kata, tidak mengakui bahwa pendidikan penggunaan ejaan diciptakan anak-anak adalah memperluas pembangunan surat / suara hubungan dan memungkinkan penulis pemula untuk melanjutkan tanpa terus-menerus bantuan dan koreksi guru.